Catatan Pembuka (Tujuan & Disclaimer)
Jurnal ini saya tulis sebagai terapi kewarasan. Menulis terasa lebih murah dan menyenangkan daripada membayar psikolog. Saya sangat menghargai setiap profesi hingga tidak tega tidak membayar. Catatan ini mungkin akan menyinggung beberapa pihak, meskipun saya berupaya menuliskannya dengan hati-hati dan kejujuran. Tujuannya adalah bertumbuh melalui proses peninjauan dan perenungan diri.
Menganalisis Keputusan Force Quit (Akhir Juni 2025)
Keputusan untuk mengundurkan diri di akhir Juni, ketika pasar kerja sedang memasuki masa efisiensi yang ketat, memang terasa seperti eksperimen sosial yang saya lakukan pada diri sendiri. Itu adalah langkah yang berat karena saya menyukai tim dan stabilitas finansial bulanan yang diberikan.
Namun, sebagai seorang Engineer yang terbiasa menganalisis masalah kecil sebelum sistemnya crash total, saya punya log observasi yang tidak bisa diabaikan. Integritas profesional dan kewarasan mengharuskan saya menekan tombol “Force Quit” karena beberapa bug struktural berikut:
- Dosa Arsitektural: Rilis Penuh Paksaan dan Cacat Logika
Melihat alur fitur yang cacat logika tapi dipaksa live, bahkan dirilis tanpa transparansi kepada tim developer yang harus maintain, itu bukan sekadar kesalahan. Itu sudah masuk kategori dosa arsitektural. Dengan skill mendalam yang saya miliki, saya merasa berdosa memaksakan code yang saya tahu akan merusak ekosistem dan user experience klien. - Krisis Efisiensi: Meeting dan Referensi yang Tidak Respek
Pemborosan Waktu: Rapat daring berulang untuk hal yang cukup ditulis dalam changelog adalah pemborosan waktu yang nyata. Ironisnya, bahkan setelah merekrut seseorang untuk menjembatani komunikasi, rapat wajib bagi semua engineer tetap harus dihadiri.
Perlakuan Non-Spesialis: Saya merasa tidak nyaman terus diberi referensi dari AI Chat yang merujuk pada dokumentasi lama. Bagi saya, ini adalah tindakan tidak respek, seperti memperlakukan Engineer berpengalaman layaknya Intern yang dituntun mengeja kata. Saya menolak untuk berada di lingkungan yang mengharapkan kepatuhan buta alih-alih kontribusi keahlian. - Gejala Kepemimpinan: Sinyal Panic Efisiensi
Gejala-gejala di atas sering muncul saat perusahaan mulai panik dan ingin melakukan efisiensi yang salah kaprah. Ketika saya melihat keputusan yang membuat saya skeptis, bahkan Engineer veteran dari korporasi besar pun memilih untuk menutup mata, saya sadar masalahnya sudah jauh di dalam. Ini saatnya melakukan refactoring karir total, mencari ‘laboratorium’ yang menghargai kedisiplinan proses dan komunikasi transparan.
Ironi AI dan Realitas Pasar Kerja (Dari Hero ke Zero)
Dilema Nilai Akademis dan Fundamental
Trend AI ini memang seperti pisau bermata dua. Bagi pelajar/pemula, AI adalah malaikat penyelamat yang instan memberi nilai A++ atau portofolio mewah, memungkinkan mereka menyelesaikan tugas tanpa membangun fundamental yang kokoh. Pertanyaannya: Apakah mereka benar-benar layak mendapatkan nilai tersebut? Saya khawatir, 10-20 tahun mendatang, kita akan menghadapi krisis spesialis yang tidak memiliki fondasi. Keahlian fundamental bukanlah sesuatu yang bisa di-generate secara instan.
Perubahan Drastis Dinamika Kerja
Dunia kerja pun serupa. Perusahaan terlalu over confident melihat AI sebagai jalan pintas untuk efisiensi budget. Ironisnya, dengan pengalaman 10 tahun di industri ini, saya sekarang begitu sulit mencari pekerjaan hingga puluhan kali mengirim CV ke luar negeri. Ini kontras sekali dengan setahun lalu, di mana saya sibuk menolak 2-3 tawaran pindah kerja setiap bulan.
Hambatan Budaya dan Ageism
Persaingan ini terasa seperti rebutan kupon naik kapal laut. Kultur dan perspektif HR di sebagian tempat, bahkan menganggap usia 30-an sudah cukup tua dan kurang produktif, padahal yang mereka cari adalah orang yang berpengalaman. Saya tidak anti AI, saya menggunakannya untuk mereview code saya. Saya hanya perlu menemukan pattern lagi agar bisa kembali perform meng-generate revenue bagi diri sendiri.
Taktik Pencarian Kerja 3.0 dan Integritas Spesialis
Selama masa pencarian ini, saya tidak berminat terjun ke lingkungan kerja kurang matang dengan bayaran tinggi tapi menyiksa (seperti agensi dengan waktu rilis tidak rasional). Saya sering menjumpai kasus di mana Designer UI/X diberi waktu sebulan, tapi eksekusi Engineer hanya 1 hari. Ini tidak adil dan hanya memposisikan saya sebagai budak alih-alih spesialis.
Strategi Pencarian dan Pengembangan Diri
- Menghindari Recruiter: Saya akan mencari kesempatan langsung ke perusahaan. Riset turnover menunjukkan angka kurang menyenangkan dari pekerja yang direkomendasikan recruiter di akhir tahun, sehingga saya memilih jalur yang lebih independen.
- Mengembangkan Proyek Pribadi: Saya memilih untuk menulis lagi, eksplorasi, dan mengelola tema (Shopify, WordPress, React Framework) yang dapat saya jual. Jurnal ini sendiri adalah tema WordPress sederhana yang saya buat sendiri, sebagai cara mengundang dan menunggu kesempatan yang tepat.
Pembelaan Integritas (Bukan Pembangkangan)
Tindakan menunjukkan cacat alur kepada klien bukanlah “membangkang”, melainkan mitigasi risiko esensial. Pengalaman mengajarkan bahwa merilis fitur cacat sama dengan meluncurkan produk dengan time bomb. Quality assurance selalu lebih utama daripada kepatuhan buta pada brief.
Saya masih ingin tumbuh, dan untuk laki-laki, menua adalah saat dia berhenti mengeksplorasi dan mulai menurut demi kepentingan ekonomi. Semoga saya beruntung secepatnya menemukan laboratorium baru yang memberikan stabilitas penghasilan setiap bulan.